Masih ingat
tidak, saat kita ada di dalam perut ibu kita masing-masing. Saat itu kan kita
tidak tahu apa-apa bukan. Itu juga terjadi ketika saya sedang ulangan geografi
waktu SMA dulu, saya tidak tahu apa-apa, saya tidak membaca.
Hari itu hari
rabu setelah masuk jam istirahat pukul 10.30 kami sekelas yang berjumlah 42
orang masuk ke dalam kelas yang pintunya terlihat bagus dan tidak ada coretan
sedikitpun, baru kayanya. Di kelas, teman-teman saya sudah sibuk ada yang
menulis contekan di sobekan kecil kertas, ada juga yang memasukan buku yang
sudah di buka halaman tertentu ke dalam kolong bangku, ada yang mendengarkan
musik entah apa yang dia dengar gak jelas itu adalah saya.
Lima menit
berikutnya guru geografi masuk ke dalam kelas dengan wajah sangarnya, alisnya
tebal, matanya besar dan bulat, rambutnya terkembang, badannya kurus, tidak
tinggi-tinggi amat, bibirnya selalu merah merona dan tanpa senyum, sangat tidak
berkeguruan, itu menekankan bahwa beliau sangat sangar.
Saya duduk di
bangku ke-dua dari belakang, paling pojok sebelah kiri di depan meja guru, tapi
hari itu beda gurunya sengaja memindahkan bangkunya ke tengah kelas, supaya
bisa melihat kami yang sedang ketakutan bukan karena ulangannya saja , tapi gurunya
juga.
Gurunya
berkeliling membagikan soal ulangan, selama pembagian soal itu tidak ada suara
yang keluar dari kami, hanya suara sepatu ibu guru, dan itu membuat kami
semakin tegang. Setelah semuanya mendapat soal ulangan, gurunya duduk di depan
dan tepat di tengah kelas.
Saya mulai
membuka soal ulangan yang hanya 1 lembar, sedangkan lembar jawaban kami
menyediakan sendiri dari selembar kertas. Soal ulangannya pilihan ganda dan
esay. Soal pertama saya baca, tidak tahu, soal ke-dua saya baca tidak tahu,
soal ketiga saya baca , alhamdulillah saya tidak tau juga, sampai akhirnya saya
memutuskan untuk diam.
Saat saya
diam, orang lain terlihat sedang sungguh-sungguh mengerjakan soal. Saya
bingung, tak tahu apa-apa, namun, saya ingat satu hal yaitu pesawat , maklum
SMA saya dekat sekali dengan bandara husein
sastra nagara, saya melipat-lipat kertas seperti kesenian asal jepang,
yah origami namanya. Saya membuat pesawat dari kertas itu. Lumayan bagus,
dengan simetri menuju sempurna dan kesalahan menuju nol.
Teman sebangku
saya mukanya musam, kayanya bingung, melihat saya yang malah main-main. Saya
tiup kepala pesawat yang saya buat agar hasil dari lemparannya jauh, tangan
saya memegang bawah dari pesawat yang saya buat, tangan itu dilipat ke belakang
agar posisi dari pesawat di belakang bahu tangan saya, dan siap untuk di
lemparkan. Saya lemparkan dan ternyata pesawatnya meluncur dengan baik,
terhenti di belakang teman saya yang berada di depan.
Sial kerjaan
saya yang tadi ternyata terlihat oleh guru killer
yang berada di depan,
beliau bilang,
“apa-apaan ini, kamu tidak menghargai saya!”,
saya menjawab
“Maaf bu ...!?”
“ kenapa kamu
bikin soalnya jadi seperti ini ?”
“Emm......,(hening
sebentar, lalu saya teruskan), buat inspirasi bu?!”
“keluar kamu”
“iya, bu”
Saya langsung
keluar kelas, dan teman-teman saya hanya melihat saya yang sedang berjalan dan
membuka pintu. Sebelum pintunya tertutup saya bilang, “teman-teman dan ibu guru
tercinta, saya duluan, assalumalaikum,”
Semuanya
menjawab, “waalaikum salam.”
tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar